Pernah dengar soal isu rendang dikecapin? Itulah salah satu kicauan @amasna yang lumayan menghebohkan linimassa Twitter. Remeh, tapi lumayan menggema. Tak heran jika @amasna dikukuhkan sebagai Best Social Media Influencer di ajang Rice Bowl Startup Awards (RBSA) 2016.

Dikenal sebagai blogger, Aulia Masna banyak menulis seputar teknologi informasi. Penggila fanatik Mac ini memang pernah memimpin DailySocial selama dua tahun. Kini @amasna juga menjalankan AdDiction.Id, sebuah blog yang mengupas dunia periklanan Indonesia. Yuk ikuti obrolan Politwika bersama penyuka sate ayam dan sushi ini.

Apa kabar mas, sekarang sedang sibuk apa nih?

Saya sedang sibuk bikin sesuatu yang baru dan siap-siap balik ke dunia startup lagi. 

 Mas Aulia kan tergolong generasi X nih, apa pandangan mas tentang generasi milenial yang sudah lahir di era kecanggihan teknologi?

Saya mungkin lahir sebagai bagian dari generasi X tapi saking angkatan terakhirnya, sejak kecil juga sudah terekspos dengan teknologi dan sehari-hari pasti berurusan dengan teknologi terbaru yang ada untuk kelas konsumen, seperti Betamax sampai video streaming, pemutar kaset sampai musik streaming, game console mulai dari Atari sampai Nintendo DS, telepon mobil sampai smartphone. Jadi dari dulu memang sudah dekat dengan teknologi. Bedanya banyak yang lupa kalau teknologi itu semua jaman dulu juga dianggap canggih.

Ortu masa kini yang tak lain adalah generasi X seringkali sulit membatasi penggunaan gadget pada anak-anaknya. Padahal banyak bukti bahwa anak-anak balita kurang baik jika sudah maniak gadget. Ada ide bagaimana agar generasi X bisa membatasi penggunaan gadget pada anak-anaknya yang masih kecil? Atau menurut mas, sebaiknya tidak usah dibatasi?

Untuk balita sebaiknya memang jangan terlalu didekatkan dengan gadget dulu karend masih sangat membutuhkan perkembangan motorik. Pemakaian smartphone atau tablet jaman sekarang mendorong pemakainya untuk diam di tempat sedangkan balita perlu bergerak. Balita masih perlu diajak banyak bergerak dan masih banyak belajar melalui pengamatan, jadi para orang tua sebaiknya sadar kalau perilakunya akan diikuti oleh anak-anak. 

Lain kalau diberikan sebagai alat komunikasi. Dengan adanya video call, anak-anak akan lebih mudah berkomunikasi dengan orang tua atau anggota keluarga lain karena ketika melihat wajah yang dikenal, mereka mendapatkan rasa kenyamanan dan keamanan yang lebih daripada cuma mendengar suara.

Ada lagi yang namanya generasi Alpha, yaitu generasi mereka yang sekarang masih batita. Nah generasi ini bisa dikatakan kelak yang tercanggih, sebab begitu lahir sudah langsung ada di lingkungan serba teknologi canggih. Menurut mas Aulia, apa yang akan terjadi pada generasi ini? Betulkah mereka akan jadi yang tercanggih? Atau justru dirugikan, sebab teknologi membuat mereka menjadi sangat tergantung pada hal-hal artifisial?

Tentang generasi alpha ini, lucunya hal yang sama selalu dikatakan atau ditanyakan oleh generasi yang ada tentang generasi yang akan datang. Akan lebih malas lah, akan lebih manja atau dimanjakan teknologi, ini lah, itu lah. Apapun yang akan terjadi dengan generasi berikut dengan perkembangan teknologi akan mengubah banyak hal, tapi seperti yang sudah sering dikatakan, the more things change, the more they stay the same. Apa yang dilakukan tetap sama tapi yang berubah cuma cara melakukannya.

Saat ini mas Aulia aktif di media sosial mana saja? Mana platform yang paling pas dengan generasi milenial saat ini menurut mas?

Sekarang saya pakai Twitter, Facebook, Path, Snapchat, Instagram, Steller, Tumblr, YouTube. Kalau ditanya yang paling pas untuk millennials yang mana, ya Snapchat, karena buktinya mereka jauh lebih banyak pakai Snapchat daripada media sosial yang lain. Ini karena Snapchat membebaskan mereka untuk berkata apa saja dan melakukan apa saja tanpa harus memikirkan efek jangka panjangnya karena konten Snapchat tidak bisa ditonton lagi setelah 24 jam kecuali si pemilik konten meng-uploadnya lagi lewat feature Memories yang baru saja diluncurkan.

 Tapi mereka juga banyak yang pakai YouTube dan Instagram, Untuk dua ini pun mereka punya cara pemakaian yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, malah menyerupai pemakaian Snapchat karena banyak yang tidak melihat keperluan penyimpanan media yang permanen. Mereka tidak memikirkan nilai nostalgia sebagaimana generasi-generasi sebelumnya menilai nostalgia sebagai sesuatu yang penting.

Kemunculan start up yang digawangi anak muda belakangan ini,apakah semacam latahnya orang Indonesia atas kesuksesan start up sebelumnya? Atau memang generasi milenial cenderung lebih suka berbisnis ketimbang bekerja kantoran?

Di akhir tahun 90-an muncul beberapa perusahaan Indonesia yang berbasis Internet, seperti Astaga, Kafe Gaul, IndoExchange, Detik, Lipposhop, dan lain-lain. Dari banyak perusahaan itu, hanya segelintir, termasuk Detik, yang bertahan sampai sekarang. Kalau kemunculan startup teknologi sekarang dibilang berdasarkan kesuksesan yang sebelumnya, ya ngga tepat karena dari tahun-tahun itu yang tersisa cuma Detik dan Bhinneka.

Banyak startup teknologi sekarang muncul karena pendirinya melihat hype, kesempatan, atau keinginan melakukan sesuatu yang berbeda dari yang dilakukan orang tua mereka. Kemampuan mendirikan perusahaan sendiri menjadi suatu kebanggaan bagi siapapun yang punya naluri bisnis, apalagi Internet menawarkan berbagai macam kesempatan dan kemungkinan untuk yang ingin berbisnis atau berbuat sesuatu yang memiliki efek besar atau luas.

Dari sekian banyak start up di Indonesia, menurut mas, kira-kira yang seperti apakah yang bisa bertahan dan sukses?

Perusahaan jenis apapun baru akan bisa dibilang sukses kalau mereka bisa menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memastikan kelangsungan bisnis mereka. Jadi kalau ditanya startup jenis apa yang akan sukses, ya jawabannya itu. Selama masih bergantung kepada dana investor masih belum bisa dibilang sukses.

Sebagai perwakilan generasi X, yang dalam tempo ngga lama lagi akan jadi generasi tertua (hahaha), ada pesan-pesan mas ke generasi milenial dalam menggunakan media sosial dan gadget?

Jangan berlebihan dan tahu kapan harus menyimpan gadget atau menahan diri posting ke media sosial karena biaya rumah sakit dan masa pemulihan biasanya ngga sepadan dengan efeknya kalau ngga hati-hati.

Mas sendiri pernah ada pengalaman berkesan ngga selama aktif di
media sosial?

Pengalaman sih banyaknya bukan main tapi kalau diminta ingat-ingat, rasanya paling signifikan itu waktu bantu temen-temen menyuarakan #IndonesiaUnite di Juli 2009. Waktu itu sudah pakai Twitter hampir dua tahun tapi kejadian tragis bom di JW Marriott dan Ritz Carlton justru memperluas jaringan pertemanan yang tetap dekat sampai sekarang. Kejadian itu juga jadi dasar pembelajaran banyak hal buat saya terutama tentang perilaku media ketika ada kejadian besar dan reaksi orang pada umumnya tentang sesuatu yang sangat baru, asing, dan berbeda, yang dalam hal ini Twitter.

Siapa tokoh idola mas? Hobi mas selain ngoprek Mac apa? Musisi favorit, makanan favorit ada ngga?

Hobi saya mencoba hal-hal baru yang berhubungan dengan teknologi dan mencari tahu lebih dalam tentang segala banyak hal. Saya juga sangat tertarik dengan politik, dari sejak kuliah selalu baca berita politik terutama tentang Amerika dan Australia. Saya percaya bahwa seseorang harus bisa berpikir kritis, ngga cuma sekadar menerima informasi lalu menyebarkan karena merasa itu penting. Orang harus mempertanyakan segala informasi atau pengetahuan yang dia dapat, mulai dari siapa yang menyebarkan, kebenaran informasi itu sendri, sampai kenapa informasi itu disebar. Saya percaya penggunaan teknologi akan membawa manfaat jauh lebih banyak daripada kerugian. Makanan favorit saya sate ayam dan sushi. Rendang itu cocoknya dimakan pakai kecap.

Published by Merry Magdalena

Penulis lebih dari 20 buku non fiksi terbitan Gramedia Group, eks jurnalis, kolumnis, editor, menyukai media sosial, serta segala yang berhubungan dengan seni & budaya. Berkicau di @merrymp. Bio lengkap: https://www.linkedin.com/in/merrymagdalena