@ikanatassa
@ikanatassa

Ada penulis novel lagi yang menghiasi Pojok Selebtwit Politwika, kali ini perempuan. Penulis novel satu ini memang spesial ia suka menghidupkan tokoh-tokoh fiksi di novelnya menjadi nyata dalam lingkup maya. Ika Natassa, seorang banker yang memiliki hobi menulis dan fotografi ini sudah menerbitkan sejumlah novel bergenre Metro Pop, penulispun telah membaca beberapa karyanya yang menggunakan bahasa sederhana sehingga asyik dibaca. Salah satu yang terkenal adalah Twivortiare. Uniknya lagi dalam proses pembuatannya ia betul-betul mengoptimalkan media sosial. Namanya saja Twivortiare, karya ini diangkat dari kicauan tokoh fiksinya di Twitter loh.

Ika Natassa telah aktif menggunakan Twitter sejak 2009, dua tahun setelah novel pertamanya ‘A Very Yuppy Wedding’ (Gramedia Pustaka Utama, 2007) terbit. Awal mula ketertarikannya dengan media sosial pada awalnya hanya untuk tetap terhubung dengan kawan-kawan lamanya. Dulu ia hanya menggunakan Friendster & Facebook, Twitter pun belakangan. “Aku gunakan Twitter awalnya hanya untuk mem-follow beberapa orang yang pemikirannya aku sukai karena cerdas, witty, lucu atau intriguing,” kata Ika. Namun kini ia hanya aktif menggunakan Twitter, Instagram dan Path. Path pun terbatas hanya untuk teman-teman terdekat saja. Sisanya ada Facebook dan Ask.fm yang tidak terlalu aktif.

Menurut Ika, what we can get from social media is really up to ourselves. “Kalau kita follow orang yang tepat, kita bisa belajar dari mereka yang punya pemikiran cerdas dan lugas. Namun jika kita menggunakan sosial media untuk mengurusi gosip, its our loss,” lanjutnya. Yang Ika amati dari kebanyakan pengguna sosial media kini adalah bahwa sopan santun yang berlaku di dunia nyata ternyata tidak berlaku di dunia maya, banyak orang yang merasa wajar memaki dan mencaci orang yang tidak sependapat dengannya. “Padahal seharusnya sosial media menjadi sarana kita untuk connect with strangers whose thoughts and experiences we can learn from.” Kalau bicara soal pengalamannya yang unik seputar sosial media Ika mengaku terlalu banyak untuk diceritakan.

Nah, balik lagi nih ke Twivortiare-nya Ika, novel ini sangat unik karena terinspirasi dari penggunaan sosial media. Pada Januari 2011, Ika sedang mengalami writer’s block menjelang nulis ending-nya Antologi Rasa. Tiba-tiba saja, banyak pembaca yang menanyakan soal sekuel Divortiare, lalu Ika terpikir, bagaimana ya kalau Alexandra – tokoh utama Divortiare punya akun Twitter dan dia nge-tweet kayak orang biasa aja, suka-sukanya dia, kadang opininya kadang kegiatannya sehari-hari. Akhirnya Ika iseng nge-tweet sekali dua kali dalam sehari, followersnya gak ada kecuali Ika sendiri. Lalu seminggu dua minggu kemudian, kok tiba-tiba ada follower-nya dan dalam sebulan sudah ada 50 orang yang follow dan mereka semua ini penasaran, ini akun berarti si Alex-nya ada atau nggak sih? Akhirnya Ika Natassa melalui akunnya @ikanatassa membuat pengumuman bahwa sekarang kelanjutan Divortiare bisa diikuti melalui akun Twitternya Alexandra Wicaksono sang tokoh utama di novel tersebut. Gak disangka-sangka angka follower-nya pun cepat sekali bertambah. Dan ada beberapa pembaca yang rajin merekap kumpulan twitnya @alexandrarheaw ini, akhirnya Ika memutuskan untuk dibukukan, lahirlah Twivortiare. “Menulis Twivortiare itu sebagai experimental writing yang aku coba, untuk format tulisan berikutnya sih aku tidak mematok harus pakai format apapun. I’ll just let wherever the next story will take me.” ungkap Ika.

Ika memang membuat akun Twitter tokoh-tokoh fiksinya itu memang just for fun. Pasti ada aja deh di antara kalian para penikmat novel yang kepengen seandainya bisa ngomong langsung sama karakter fiksi itu, kepengen nih sampein ini atau itu. Dan Ika menyediakan pembaca kesempatan yg menyenangkan itu. Selain itu, Ika juga member kesempatan para pembaca yang suka dengan novelnya untuk turut serta masuk dan berperan dalam dunia fiksinya.

Soal serangan virtual, menurut Ika adalah suatu hal yang lumrah. Pasalnya, hampir setiap orang yang menggunakan media sosial pasti pernah mendapatkan serangan tersebut khususnya oleh merek yang berbeda pendapatnya. Pernah dahulu, ia sempat berencana untuk monetizing akun @alexandrarheaw dengan dikenakan biaya subscription bagi mereka yang follow akun tersebut, lucunya hampir semua existing follower-nya tidak ada yang keberatan karena rencananya hanya dikenakan sepuluh ribu rupiah. Justru yang marah-marah akan rencananya tersebut adalah mereka yang tidak mengenalnya atau tidak mengenal @alexandrarheaw. “Memang banyak orang yang ikutan nimbrung mengomentari sesuatu tanpa tau duduk perkaranya, malah jadi ridiculous,” ungkapnya. Kalau Ika sendiri sih males menanggapi serangan-serangan seperti itu. Tapi tidak tepat juga jika dibilang haters, mungkin saja mereka hanya tak sependapat. Tapi kalau sudah cukup mengganggu, ya block saja.

Ada pesan nih dari Ika Natassa, “Penulis itu punya metode yang berbeda-beda, ada yang tidak dan menggunakan sosial media, its okay. Namun bagi yang menggunakan, sosial media bisa jadi sarana yang menyenangkan untuk berkomunikasi dengan para pembaca. Selain itu, sosial media juga bisa menjadi media dalam berkarya melalui tweets atau Instagram misalnya.”

Jadi apa kalian masih malu-malu untuk berkarya?