Pesta demokrasi di Indonesia terjadi setiap lima tahun sekali. Dari waktu ke waktu cara untuk meraih suara-suara para pemilih semakin kreatif dan variatif. Salah satu dari tools berkampanye yang sangat efektif saat ini adalah melalui penggunaan media sosial.

Untuk itu, para  kandidat di Pemilu harus dapat menarik warganet yang saat ini memiliki begitu banyak “godaan”. Ya, begitu banyak hal yang menarik untuk dilihat di media sosial, lalu mengapa saya harus melihat media sosial milikmu?

Oleh sebab itu beragam cara digunakan untuk caper dilakukan oleh para kandidat yang bertarung di Pemilu, baik itu pada tingkat nasional maupun daerah. Salah satu yang melekat dan selalu menarik untuk saya lihat adalah media sosial dari Karya adalah Doa (KAD).

Sejak 2014 kemunculan karakter Presiden Jokowi dalam ilustrasi komik menarik banyak perhatian dan KaryaAdalahDoa begitu top of mind di kalangan masyarakat Indonesia, terutama kawula muda.

Lalu, bagaimana KaryaAdalahDoa mampu memelihara eksistensi mereka di media sosial? Sementara begitu banyak cara instan untuk mendulang perhatian dari warganet, lebih-lebih warganet sangat suka hal-hal yang sensasional dibanding hal positif yang damai-damai saja.

Pertemuan tim Politwika dengan 2 founder Karya adalah Doa, Hari Prasetiyo (@hariprast) atau yang kerap disama Hariprast dan Yoga Adhitrisna (@yogaadh) atau yang kerap disapa Yoga, dalam pameran “Senyawa Karya Sewujud Doa” menjawab pertanyaan tersebut.

Media Sosial: Suara untuk Perkembangan Ilustrator

Latar belakang para pendiri KAD yang berasal dari jurusan komunikasi membuat KAD mampu mencari celah dalam menyampaikan pesan efektif dalam waktu singkat. Hariprast mengatakan, “Media sosial yang nggak di-update ‘kan basi. Makanya, kita bermain dengan ilustrasi. Ketika mulai menggunakan ilustrasi pun kita memiliki pertimbangan, sementara saat itu (2014) ilustrasi belum begitu terlihat, namun itu yang seharusnya dapat diangkat. ”.

Yoga menambahkan, “Kalau saya, basic-nya memang copywriter, menyampaikan pesan ke media sosial memang pekerjaannya anak iklan. Ketika ada pergerakan politik seperti ini, kenapa nggak kemampuan itu yang kita pakai untuk gerakan ini? Kan bisa.” tambah Yoga.

Menurut KAD media sosial memberikan suara lebih untuk perkembangan ilustrator. Kini, pembuatan ilustrasi semakin banyak dan variatif, menjadikannya sesuatu yang dapat dipandang “sendiri”, terpisah dengan komik. Kini ilustrator juga dipandang menjadi suatu profesi baru yang keren dalam sisi fine art itu sendiri.

Media Sosial VS Televisi

KAD berpendapat bahwa seluruh orang Indonesia menyukai keindahan, maka ilustrasi merupakan suatu yang pas. Ilustrasi juga memiliki sisi lebih efektif, ketika mau menggambarkan tokoh Jokowi di suatu pulau, KAD tak harus membawa Jokowi ke pulau tersebut.

“Kalau bikin janji untuk shooting atau photo session dengan presiden? Betapa sulitnya itu. Tapi, ketika ilustrasi kita  berawal hanya dari ide dan cara menyampaikannya. Di sisi lain, kalaupun tidak sesuai real, seperti Jokowi ada di bulan … orang nggak akan menganggap itu hoaks tapi itu ilustrasi.” Medsos menjadi lebih efektif, seluruh orang bisa mengaksesnya dengan internet dan tidak perlu memerlukan pembiayaan yang banyak.” Ujar Yoga.

Namun, untuk dapat memaksimalkan penggunaan media sosial perlu membentuk sebuah identitas melalui karakter tertentu. Tanpa karakter akun media sosialmu menjadi tidak efektif, seperti KAD yang selalu mengaitkan harapan/doa di setiap ilustrasi mengenai isu terkini.

Inspirasi KaryaAdalahDoa

Banyak orang menganggap KAD sangat mirip karya komikus Tintin, namun Hariprast menjelaskan KAD berasal dari beragam inspirasi yang dikombinasikan hingga menjadi suatu konsep yang baru.

“Kalau diamati, karyaku lebih gak kartun. Tergantung  dengan pesan yang mau aku sampaikan, aku tabrakin konsepnya. Jadi aku ramu, ‘kan Indonesia terkenal dengan semuanya dimasukkin, kayak soto, nasi … itu yang aku ramu dalam visual. Kalau hanya satu layer yang terpengaruh akan ketahuan, kalau banyak layer kan orang akan nembak ke mana-mana.”jelas Hariprast.

Yoga juga mengakui hal yang sama. Hanya saja ia lebih berbasis music. Ia menyukai “pesan berat”  yang dapat disampaikan dengan cara pop culture,

“Seperti ini lagu rap, lagu metal, kadang pesannya berat. Ngomongin isu-isu sosial yang berat dengan cara pop.”

Pengaruh Media Sosial Menjelang Pesta Demokrasi

Yoga berpendapat bahwa public figure atau pejabat harus mengelola media sosial dengan baik, dengan menyampaikan apa yang mau dia sampaikan dan tidak menyampaikan yang tidak ingin dia sampaikan.

“Seperti Ridwan Kamil, beliau bisa angkat isu yang harus diangkat. Budiman Sudjatmiko juga, beliau pintar berdiskusi, bisa kasih edukasi buat audiensnya di media sosial. Mereka sudah bagus dalam penggunaannya. Kalau ada yang suka memecah belah, ya itu memakai medsos hanya untuk nyinyir, itu juga karena nggak ada karya yang bisa dijual.” Jelas Yoga.

Hariprast menambahkan itu juga yang dinamakan dengan gagap teknologi di media sosial. Pengguna yang tidak mempunyai “barang jual” hanya akan menjual sampah seperti emosi negatif: rasa benci, takut, dan pesimis.

Cara Untuk Booming Setelah Berkarya dan Berdoa

“Pertama, bikin nama akun jangan aneh-aneh, jangan ruwet.  Ketika akunnya menjadi besar tapi namanya aneh, sponsor untuk produk gak akan melirik. Yang ada cuma ada obat-obat yang gak penting yang endorse (peninggi badan, pelangsing, dsb).

Yang kedua, dikelola dengan baik, dan fokus ‘kita tuh apa’ … kalo KAD ya karya tentang doa, fokus tentang doa-doa. Karakternya dibangun, karena kita juga gak ingin stuck. Karena, habis pemilu kita juga akan berdoa untuk yang lain-lain.” Jelas Yoga. Dan tips paling terakhir dan terpenting adalah konsistensi.

“Ujung-ujungnya konsistensi, mau membangun akun media sosial yang diperlukan ya konsistensi. Baik itu konsistensi dalam berkarya, bersikap, menentukan sosok ‘tokoh’ atau karakternya. Itu akan turun juga terhadap kepribadian kita. Ketika konsisten segalanya jadi mudah, nggak bertanya-tanya lagi untuk membangun medsos, pilihan politik, kehidupan sehari-hari, karya, intinya konsisten!”

Konsisten adalah membangun loyalitas, baik itu hanya terhadap dirimu sendiri atau menyangkut orang lain. Dari KaryaAdalahDoa kita belajar, bahwa doa-doa yang konsisten dipanjatkan dan kerja yang selalu dilakukan bakal memperoleh hasil yang memuaskan. “Senyawa Karya Sewujud Doa” adalah bukti konsistensi Hari Prasetiyo, Yoga Adhitrisna, dan kawan-kawan, yang telah memuaskan khalayak, dari masyarakat awam, kaum milenial, hingga Presiden RI itu sendiri.