KITA : Penyelamat Kriminalisasi Netizen

internet-censorship

Penggunaan teknologi internet sebagai teknologi komunikasi dan informasi saat ini seperti dua sisi mata uang yang berbeda. Tentunya hal ini memiliki sisi positif dan negatif. Di tengah maraknya penggunaan internet ini, banyak kemudian kriminalisasi yang muncul dari perkara ini berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dunia maya kini sudah terasa tidak aman dengan banyaknya ancaman-ancaman serupa. Sebut saja Muhammad Arsyad, Ervani, Florence Sihombing yang menjadi korban UU ITE ini. Koalisi Internet Tanpa Ancaman muncul sebagai penyelamat bagi mereka yang memiliki perkara serupa. Koalisi Internet Tanpa Ancaman (KITA) diisi oleh para aktivis internet dari berbagai lembaga dan organisasi demi menciptakan atmosfer internet yang aman dan nyaman bagi semua kalangan.

“Kebebasan berekspresi di internet tentunya juga sudah sepaket dengan pembatasannya,” tegas Donny B.U saat membawakan materi soal kebebasan internet di Temu Demokrasi Digital Indonesia 2014 #TEDDI2014 di sebuah hotel kawasan Cikini kemarin. Namun yang terjadi di lapangan seakan-akan masyarakat Indonesia tidak memiliki kebebasan dalam berekspresi.

Kasus UU ITE ini tidak hanya terjadi di Jakarta namun juga di daerah-daerah lainnya. Sebanyak 95% kasus terkena pasal deflamasi, 5% penistaan agama dan 1% ancamandi lingkungan informasi dan teknologi. Hanya 71% dari kasus-kasus tersebut yang sampai di meja hijau, sisanya tak jelas statusnya. “Maka hadirlah KITA untuk membantu kawan-kawan yang tersandung kasus serupa,” jelas Damar Juniarto dalam memimpin Focus Group Discussion mengenai KITA.

Dalam #TEDDI2014 setelah para peserta bertukar pendapat, akhirnya dirumuskan beberapa rekomendasi Aksi KITA untuk tahun 2015, yaitu :

  1. Penyelesaian Panic Button – Panic Button merupakan aplikasi dan form online maupun offline bagi mereka yang tersandung kasus ITE namun tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum.
  2. Naskah Akademik Revisi UU ITE – Hal ini untuk memperkuat landasan berpikir dan frame work soal UU ITE.
  3. Lobi ke DPR dan Staff Ahli DPR soal usulan revisi UU ITE versi KITA.
  4. Menekan Menkominfo melalui petisi-petisi online.
  5. Sosialisasi dan Edukasi – banyaknya korban UU ITE adalah anak muda yang belum memahami soal literasi informasi, mana data yang baik dan benar dan mana yang bisa dibagikan atau tidak, maka penting untuk mengadakan suatu pelatihan atau seminar untuk membangun kesadaran mereka untuk beretika dalam menggunakan internet dan media sosial. Selain pelatihan ke anak muda, pelatihan jaksa dan hakim karena mereka adalah pintu terakhir kriminalisasi netizen.
  6. Membuat Peraturan Menteri tandingan untuk pemblokiran konten.
  7. Ikut berpartisipasi dalam merevisi Peraturan Menteri yang ada.

KITA menginginkan untuk terintegrasinya prinsip-prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia, khususnya jaminan hak akan kebebasan berpendapat, berekspresi dan memperoleh informasi dalam setiap kebijakan yang mengatur informasi dan transaksi elektronik. Mengutip Dewan HAM PBB, “Perlindungan Hak yang dimiliki setiap orang saat offline, juga melekat saat mereka online.” Sebab tidak selamanya pembatasan terhadap hak dapat diintegrasikan ke dalam Undang-Undang tanpa mengindahkan kaidah-kaidah HAM.