Belakangan ini, Twitter disuguhkan dengan drama yang melibatkan dua perusahaan media besar, yakni Kompas dan Tempo. Dua perusahaan media tersebut “tidak biasanya” melakukan kultwit di dua akun resmi masing-masing, yakni @kompascom dan @tempodotco.
Diawali dengan Kompas, mereka dari awal terlihat menaruh minat yang lebih besar dari media lain terkait pemberitaan Ibu Saeni, Si Ibu Warteg di daerah Serang, Banten, yang warung makannya ditertibkan oleh Satpol PP setempat karena berjualan di siang hari di bulan Ramadan. Berita tersebut pun sangat cepat menyebar di media sosial, khususnya Twitter.
Rabu, (15/6) akun @kompascom digunakan untuk kultwit untuk membahas mengenai kasus Ibu Saeni. Hal tersebut terasa berbeda, karena biasanya akun resmi Kompas dipergunakan untuk membagikan berita-berita yang ada di website Kompas sendiri.
Saat itu, @kompascom membuat kultwit dari awal kenapa Warteg Ibu Saeni ditertibkan Satpol PP, hingga puncaknya, para netizen di Twitter menggalang dana bantuan untuk Ibu Saeni agar bisa kembali berjualan di bulan Ramadan.
Kultwit tersebut diberikan tagar #PolemikSaeni dengan total berjumlah 28 kicauan. Cuitan @kompascom yang paling banyak diretweet oleh netizen adalah saat akun tersebut mengatakan bahwa isu razia akan selalu menjadi kontroversi karena mengorbankan rakyat kecil. Netizen pun merespon kicauan itu dengan bermacam-macam, dari yang mendukung langkah Kompas, hingga kontra dengan media tersebut.
Di akhir kultwit, Kompas mempertanyakan makna kebijakan penutupan tempat makan di bulan Ramadan, apakah bertujuan sebagai penghormatan di Bulan Suci Ramadan, ataukah hanya mencari pencitraan agar disegani masyarakat karena berkedok islami.
Berbeda dengan akun @kompascom, akun resmi Tempo, @tempodotco sebelumnya terkenal karena menganggap kalo Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menerima aliran dana dari PT. Podomoro Land dan Agung Sedayu Grup untuk menyukseskan Reklamasi Teluk Jakarta.
Pada Sabtu, (18/6) akun @tempodotco juga melakukan hal yang serupa dengan Kompas, yaitu melakukan kultwit. Tempo pun memilih tema kultwit yang sama dengan edisi majalah mereka yang akan terbit pekan ini, yakni “Duit Reklamasi untuk Teman-Teman Ahok”.
Kultwit tersebut bercerita terkait pendirian Teman Ahok sebagai pendukung utama Ahok untuk kembali maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta 2017 dari jalur independen. Selain itu, kultwit tersebut juga mengangkat isu bahwa Ahok mendapatkan aliran dana dari 2 perusahaan besar itu untuk mengumpulkan KTP dukungan bagi Ahok.
Kultwit tersebut berjumlah 15 kicauan dan yang paling banyak diretweet oleh netizen adalah saat @tempodotco mengatakan bahwa Ahok memberikan izin kepada PT. Podomoro Land dan Agung Sedayu Grup untuk memberi uang kepada Teman Ahok untuk mengumpulkan KTP dukungan.
Dari dua kasus di atas bisa disimpulkan bahwa kedua perusahaan media ternama di Indonesia tersebut berusaha menggiring opini netizen Twitter dengan kultwit yang mereka lakukan. Mereka sengaja berkicau terkait kasus yang menarik bagi mereka dan memberikan ideologi yang sesuai dengan perusahaan mereka.
Hal tersebut juga membuat pertanyaan yang menelisik kami. Apa maksud dua media besar Indonesia itu melakukan kultwit di masing-masing akun resminya? Kenapa mereka tidak berusaha membuat sebuah artikel, tapi lebih memilih untuk membuat kultwit? Apa mereka menganggap bahwa kekuatan Twitter lebih besar dibandingkan dengan website mereka sendiri?
Setelah semua pertanyaan di atas, apakah dengan kultwit dua media besar itu akan menimbulkan tren baru di kalangan perusahaan media untuk melakukan kultwit di akun resmi mereka? Hanya waktu yang bisa menjawab.