SextingPernah menerima SMS atau Blackberry Messenger (BBM) atau WhatsApp (WA) berisi ajakan mengirim foto bugil? Jika ya, itu adalah ajakan untuk sexting.

Sexting, kependekan dari “sex” dan “texting”, yang berarti proses pengiriman pesan instan yang mengandung konten seks. Bisa video, gambar, atau sekadar teks. Wajar saja jika pelakunya sesama orang dewasa. Menjadi masalah apabila yang melakukan adalah anak-anak di bawah umur. Apalagi sekarang banyak orang tua yang sudah memberi gadget online ke anak-anaknya. Mungkin maksudnya baik, agar tidak ketinggalan teknologi. Banyak yang tak sadar, anak-anak menjadi target predator seks online melalui sexting. Sebenarnya bukan hanya anak di bawah umur, siapa pun bisa jadi korban sexting. Tapi biasanya target pradator sexting adalah anak-anak dan remaja, sebab mereka paling mudah diperdaya dan emosinya tergolong labil.

Kasusnya marak di sekitar kita, tapi jarang yang mau melaporkannya. Bisa jadi karena malu atau enggan repot. Beberapa contoh ajakan sexting ke remaja sudah pernah diunggah ke Facebook, dengan tujuan agar orang tua dan keluarga waspada.

Modus pada predator sexting ini biasanya mereka mengaku sebagai lawan jenis yang tampan atau cantik di media sosial. Lalu korban dimintai nomor ponsel/BBM/WA. Ada juga yang mendapatkan nomor ponsel korban dari list nomor ponsel pembeli pulsa elektrik yang terpapar begitu saja.

Setelah mendapat nomor kontak korban, pelaku akan mengajak berkenalan atau pura-pura sok akrab kenal dengan teman atau keluarga korban. “Kamu yang sekolah di situ kan? Temannya si A kan?”, dan berbagai trik lain. Intinya semua usaha dilakukan agar korban percaya dan mau berkomunikasi dengan pelaku, baik di pesan tertulis maupun telepon. Setelah korban percaya dan mau “berteman”, mulailah pelaku melancarkan jurus bujuk rayu, saling curhat, kirim foto, dan seterusnya.

Pada tahap tertentu, korban akan terlena, entah oleh ketampanan foto yang dikirim pelaku, atau kekayaan dan kesabarannya. Di sinilah predator sexting mulai beraksi lebih jauh. “Kirimin foto paha kamu yang mulus, dong.”, lalu mulai lebih jauh ke “Ukuran bra kamu berapa? Coba lihat dong fotonya.” Kelamaan akan lebih kurang ajar lagi, “Buka dong branya. Buka juga celananya, sayang.”

Sekali korban menuruti kemauan predator, maka dia akan sangat dirugikan. Foto telanjangnya bisa disebarkan ke banyak pihak. Termasuk ke media sosial dan situs-situs porno. Bahkan bukan tak mungkin nama dan nomor ponsel korban ikut diekspos, seolah-olah menjadi bagian dari jaringan prostitusi atau sejenisnya.

Menurut data yang dilansir The Pew Internet & American Life Project, usia remaja memang masih jadi target utama predator sexting. Sebanyak 22% remaja putri pernah terlibat sexting, dan 18% remaja pria. Dan 11% remaja putri yang jadi incaran sexting berusia 13-16 tahun.

Yang jelas, fenomena sexting tidak boleh dianggap remeh. Belum lama terkuak kasus 100 siswa sekolah di Colorado yang di ponselnya ditemukan aktivitas sexting. Bahkan di antara siswa itu ada yang masih berusia 12 tahun. Kalau sudah begini, wajar kan orang tua mewaspadai aktivitas sexting yang mengincar remaja belia. Bagaimana, para ortu, pernah terlintas soal hal ini? Atau belum pernah sama sekali?

Published by Merry Magdalena

Penulis lebih dari 20 buku non fiksi terbitan Gramedia Group, eks jurnalis, kolumnis, editor, menyukai media sosial, serta segala yang berhubungan dengan seni & budaya. Berkicau di @merrymp. Bio lengkap: https://www.linkedin.com/in/merrymagdalena