Sebuah organisasi bernama L1ght, yang memantau pelecehan online dan ujaran kebencian, mengungkap adanya peningkatan perundungan digital sebesar 70% selama beberapa bulan pada masa pandemi. L1ght juga menemukan peningkatan toxicity sebesar 40% pada game online, dan peningkatan ujaran kebencian hingga 900% di Twitter, yang ditujukan ke negara Tiongkok dan masyarakatnya, serta peningkatan traffic sebanyak 200% pada situs-situs kebencian.
Sementara itu, selama pandemi anak-anak dan remaja memiliki keterbatasan interaksi dengan teman sebayanya, untuk itu berkomunikasi secara virtual merupakan satu-satunya pilihan yang mereka miliki. Anak-anak menggunakan beragam media sosial dan aplikasi, seperti Instagram, Facebook, Twitter, Zoom, FaceTime, WhatsApp, dan lain-lain. Namun, di sisi lain anak-anak memiliki risiko terbesar dalam penggunaan platform online, mereka sangat berpotensi mengalami perundungan digital atau biasa dikenal dengan cyberbullying.
Sumber Gambar: The Conversation
Banyak Waktu Luang yang Dihabiskan Secara Online
Cyberbullying pun meningkat selama pandemi karena segala hal dilakukan dari rumah, tidak hanya keterbatasan aktivitas untuk bermain, bersekolah pun sangat bergantung dengan internet. Guru-guru melakukan metode pengajaran daring yang membuat siswa terjebak di rumah dan terpaksa bersekolah menggunakan platform online.
Saat jam Pelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah selesai dilakukan, bukan tak mungkin akan ada PR yang harus diselesaikan kembali menggunakan internet. Ketika tugas-tugas sekolahnya sudah selesai, lagi-lagi hiburan yang mudah mereka dapatkan muncul melalui dunia maya, berupa game online, atau aktivitas bersosial media. Internet, all around you –bukan lagi speaker Dolby XXI.
Sumber Gambar: Hindustan Times
Pandemi Juga Membuat Anak-Anak Stres
Enggak hanya orang dewasa yang dibuat cemas dan stres oleh virus korona, anak-anak pun demikian. Dampak yang dihasilkan juga serupa, yakni cenderung meningkatkan potensi permusuhan terhadap orang lain. Cemas dan stres membuat kesalahpahaman lebih tak terhindarkan, karena kesalahpahaman inilah perilaku anak-anak akan berusaha melakukan pembelaan diri.
Dibandingkan orang dewasa, anak-anak dan remaja lebih memungkinkan berantem online loh!
Sumber Gambar: Zarnews
Isolasi Membuat Pertemanan Anak-Anak Terbagi
Tak semua anak-anak memiliki situasi rumah yang ideal dengan segala fasilitas internet ataupun gadgets. Ada juga anak-anak yang sangat dibatasi aktivitasnya di rumah, meskipun hanya berselancar di dunia maya.
Faktanya, hal-hal tersebut semakin membuat anak merasa terisolasi dari dunia luar. Saat mereka sedang online akan ada dorongan untuk mencurahkan emosi negatif, yakni berupa komentar yang kejam kepada followers-nya. Hal ini sangat bisa terjadi, terutama bila anak-anak merasa ketinggalan informasi atau tidak diperhatikan teman-temannya yang lain.
Orang Tua WFH, Pengawasan Digital Menurun
Banyak orang tua berpikir, kalau aktivitas work from home yang dilakukan akan lebih memudahkan keluarga beradaptasi dengan new normal. Sayangnya, tidak semudah itu bund! Orang tua yang bekerja dari rumah mencoba menyeimbangkan metode PJJ. Namun, tak jarang mereka kecolongan dalam melakukan pengawasan digital.
Orang tua telah disibukkan dengan pekerjaan kantor secara online, serta mengurus sekolah daring dan PR anak-anak. Alhasil, semua aktivitas online tersebut justru mampu menghadirkan kebebasan yang lebih banyak bagi anak-anak, dibandingkan sebelum pandemi yang hanya berputar pada pengawasan game online dan social media.
Sumber Gambar: WorkJuggle
Rasa Bosan
Pernah dengar istilah tentang orang-orang yang suka akan keributan? Yep, bukan tidak mungkin bila akhirnya anak-anak terlibat dalam cyberbullying, sebab keributan mampu memecahkan kesepian, dan menjadikanmu pusat perhatian, serta menjadi distraksi dari kebosanan.
Beberapa anak mampu menindas orang lain di internet, tidak hanya untuk melampiaskan emosi karena dampak stres, namun juga karena rasa bosan. Cyberbullying menjadi pilihan yang mampu memenuhi kebutuhan atensi anak-anak, meskipun dalam konteks perhatian negatif.
Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua Untuk Mencegah Cyberbullying?
Sumber Gambar: Panda Security
Bicarakan kepada anak tentang cara browsing yang aman, beritahu mereka untuk tidak sembarangan membuka tautan yang tidak diketahui dan mencurigakan, dan hindari keterlibatan dengan orang yang tidak dikenal di internet.
Beritahu kepada anak, bahwa di internet banyak orang yang menggunakan profil palsu, karena itu mereka harus menjaga keamanan diri dengan tidak memberikan informasi pribadi, foto, serta video. Keamanan data yang mereka jaga juga mampu menghindari mereka dari kejahatan siber, seperti phising misalnya.
Bangun komunikasi yang berkualitas dengan bicara dari hati ke hati. Orang tua dapat belajar memahami rasa cemas, stres, dan emosi negatif lainnya yang dirasakan anak-anak. Ajak anak-anak untuk bercerita tanpa menghakimi mereka, sekalipun itu terkait dengan cyberbullying. Jika, mengalami kesulitan orang tua tak perlu ragu untuk beralih pada bantuan profesional (psikolog).